Jurnal9.com
Headline Inspiration

Dikhawatirkan Media Sosial Jadi Alat Propaganda Seperti Fenomena Arab Spring

News Analysis:

JAKARTA, jurnal9.com –  Pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengenai Indonesia bisa bernasib seperti Arab Spring jika pemerintah tak mampu mengantisipasi adanya upaya separatisme di dunia maya.

Dia melihat Indonesia dalam beberapa minggu terakhir di dunia maya diramaikan dengan sejumlah isu yang membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak, terpolarisasi dan dibenturkan satu sama lain.

Beragam narasi di dunia maya cenderung membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah dan tidak percaya kepada berbagai upaya pemerintah untuk kepentingan rakyat.

Panglima TNI Marsekal Hadi meminta segenap anak bangsa harus mengantisipasi adanya upaya separatisme di dunia maya ini.

Masyarakat harus mewaspadai informasi media sosial karena telah dijadikan alat komunikasi politik.

Karena itu Hadi menilai media sosial bisa jadi alat propaganda seperti fenomena Arab Spring.

“Media sosial yang lahir karena adanya dunia maya, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, dan lain-lain ternyata dapat dijadikan sebagai alat komunikasi politik,” kata Hadi

“Media sosial menjadi alat yang mudah dan berjangkauan luas untuk melakukan berbagai gerakan sosial politik di berbagai negara.”

“Salah satu contoh peran dunia maya sebagai media gerakan sosial politik fenomena Arab Spring yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara satu dekade yang lalu,” katanya.

Menurut Hadi, fenomena Arab Spring yang terjadi di sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika Utara itu memang bertujuan mengganggu pemerintah yang sah.

“Kekuatan mobilisasi massa melalui dunia maya khususnya Facebook mampu mengguncang masyarakat dan bahkan menumbangkan kekuasaan pemerintah,” kata dia.

Sementara itu di Indonesia, kata Hadi, harus disadari media sosial sudah dimanfaatkan sebagai media propaganda, media perang urat syaraf.

Dengan pengunaan dan jangkauan yang luas, media sosial menjadi alat yang efektif untuk melakukan perang informasi ataupun perang psikologi.

“Sekarang kita mengenal hastag, trending topic. Dahulu kita menyebutnya sebagai tema propaganda,” kata dia.

Arab Spring

Pengaruh media sosial yang digambarkan Panglima TNI Hadi itu dikhawatirkan terjadi gerakan aktivisme politik seperti Arab Spring. Protes melalui unjukrasa terjadi di mana-mana, baik di negara bagian dengan tingkat penggunaan Internet yang sangat tinggi, seperti Bahrain 88 persen populasinya menggunakan internet pada 2011 dan di negara Yaman dan Libya dengan jaringan penetrasi internet.

Penggunaan platform media sosial lebih dari dua kali lipat di negara-negara Arab selama protes melalui unjukrasa.

Baca lagi  Usai Hagia Sophia, Erdogan Ubah Gereja Chora di Turki Jadi Masjid

Hasil penelitian telah menunjukkan kecerdasan kolektif, dinamika massa dalam sistem partisipatif seperti media sosial, memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mendukung aksi kolektif untuk memicu perubahan politik.  

Per 5 April 2011, jumlah pengguna Facebook di dunia Arab melampaui 27,7 juta orang.  Beberapa kritikus berpendapat bahwa teknologi digital dan bentuk komunikasi seperti video, telepon seluler, blog, foto, email, dan pesan teks telah membawa konsep “demokrasi digital” di beberapa wilayah Afrika Utara yang berpengaruh pada pemberontakan.

Facebook, Twitter, dan media sosial juga memainkan peran kunci dalam pergerakan aktivis Mesir dan Tunisia. Sembilan dari sepuluh orang Mesir dan Tunisia menanggapi jajak pendapat bahwa mereka menggunakan Facebook untuk mengorganisir protes dan menyebarkan kesadaran.

Populasi besar pemuda Mesir menyebut diri mereka sebagai “generasi Facebook”, yang menjadi contoh pelarian mereka dari masa lalu mereka yang tidak dimodernisasi. Dari jajak pendapat 28 persen orang Mesir dan 29 persen Tunisia mengatakan bahwa memblokir Facebook sangat menghambat dan mengganggu komunikasi.

Situs media sosial adalah platform untuk berbagai gerakan yang dibentuk oleh banyak warga yang frustrasi, termasuk “Gerakan Pemuda 6 April 2008” yang diorganisir oleh Ahmed Mahed untuk mengatur pemogokan buruh nasional, dan kemudian menginspirasi pembentukan “Progresif Pemuda Tunisia “.

Selama Musim Semi Arab, orang-orang membuat halaman di Facebook untuk meningkatkan kesadaran tentang dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti kebrutalan polisi dalam Revolusi Mesir. (seperti kematian Khaled Mohamed Saeed)

Jared Keller, jurnalis The Atlantic, mengklaim bahwa sebagian besar aktivis dan pengunjukrasa menggunakan facabook untuk berorganisasi.

Media sosial mempublikasikan Timur Tengah dan Afrika Utara menggunakan email, dan blog hanya untuk mengatur dan mengkomunikasikan informasi tentang protes yang dilakukan melalui unjukrasa.

Sebuah studi Zeynep Tufekci dari University of North Carolina dan Christopher Wilson dari United Nations Development Programme, menyimpulkan bahwa “media sosial  dan Facebook, menyediakan sumber informasi yang tidak dapat dikontrol dengan mudah oleh rezim.

Marc Lynch dari Universitas George Washington, berpendapat bahwa media sosial menciptakan ruang publik baru berdasarkan dialog, sehingga memperkuat jaringan satu sama lain.

Lynch dalam artikelnya menulis ada sesuatu yang berbeda tentang gambar dan video dari orang-orang yang bersatu meneriakkan kerumunan. Ini terjadi seperti di Yaman dan Mesir yang menuntut perubahan demokrasi.

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Ada 24.276 Jemaah Belum Lunasi Biaya Haji, Akhirnya Batal Digantikan Jemaah Cadangan

adminJ9

Megawati: Jokowi Tidak Ada PDIP, Kasihan Deh… Tidak akan Jadi Presiden

adminJ9

Pemerintah Perpanjang Lagi PPKM Level 2-4 di Jawa-Bali Hingga 23 Agustus

adminJ9