Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
JAKARTA, jurnal9.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kuota BBM bersubsidi jenis Solar dan Pertalite yang ditargetkan dalam APBN tahun ini akan habis pada Oktober.
“Kalau kita asumsikan volume konsumsi (BBM) mengikuti selama delapan bulan terakhir, kuota akan habis di bulan Oktober, kalau konsumsinya tetap sama,” kata Sri Mulyani.
“Setiap bulan [konsumsinya] 2,4 juta kiloliter. Kalau ini diikuti, bahkan akhir September ini akan habis untuk [kuota] Pertalite,” lanjut dia.
Bersamaan dengan itu, kata Menkeu, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp 502 triliun untuk tahun ini juga akan habis pada Oktober.
Sehingga diperlukan anggaran subsidi dan kompensasi energi tambahan untuk menambal sisa waktu yang ada hingga akhir tahun. “Sekarang dengan pemulihan ekonomi, konsumsi dan subsidi yang masih tinggi, maka konsumsi Solar dan Pertalite diperkirakan jauh melampaui apa yang ada di APBN,” tegas Menkeu yang dikutip dari kanal YouTube TV Parlemen, Jumat (2/9/2022).
Perkiraan ini, kata dia, didasarkan pada data realisasi konsumsi bahan bakar jenis ini selama tujuh bulan awal tahun ini yang jauh melampaui separuh target APBN.
Ia menjelaskan realisasi konsumsi Solar sejak Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota. Jika melihat besaran konsumsi tersebut, diproyeksikan konsumsi Solar akan mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115 persen dari kuota sampai akhir tahun.
Seperti diketahui, kuota penyaluran Solar bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 15,10 juta kiloliter.
Maka realisasi konsumsi Pertalite pada Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota. Jika melihat besaran konsumsi itu diproyeksikan konsumsi Pertalite akan mencapai 29,07 juta kiloliter atau 126 persen dari kuota pada akhir tahun.
Kuota penyaluran Pertalite bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter.
Harga minyak mentah terus bergejolak
Apalagi harga minyak mentah dunia, menurut Menkeu, diperkirakan masih akan tinggi dan terus bergejolak dalam waktu yang cukup lama. Dan harga minyak tidak hanya dipengaruhi dari sisi pasokan dan permintaan.
Tapi faktor geopolitik, terutama konflik militer di Ukraina, lanjut dia, Rusia tampaknya sengaja memperlambat tempo perang, sehingga membuat harga minyak semakin tidak pasti.
“Harga komoditas ini sangat volatile karena dipengaruhi tidak hanya supply demand, tetapi juga sudah menjadi alat perang dari sisi geopolitik competition. Sehingga prediksi dan behaviour dari harga minyak jadi sangat tidak pasti,” kata Sri Mulyani
Ia juga menjelaskan dalam asumsi belanja pemerintah, harga minyak mentah dalam RAPBN 2023 ditetapkan sebesar 90 dollar AS per barel, dengan rentang 80-100 dollar AS per barel. Angka itu lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2022 yang sebesar 63 dollar AS per barel.
Angka asumsi pemerintah masih jauh lebih rendah jika dibandingkan harga minyak mentah dunia saat ini yang berada di atas level 100 dollar AS per barel. Sebagai contoh, minyak mentah Brent yang selama ini jadi patokan secara global, proyeksi rata-rata harga minyak mentah adalah sebesar 105 dollar AS per barel.
Sementara apabila merujuk pada perkiraan Badan Energi Dunia atau Internasional Energy Agency, rata-rata harga minyak mentah Brent mencapai 104,8 dollar AS per barel.
Akibat harga minyak dunia yang melonjak itu, kata dia, memberikan keuntungan bagi Rusia, juga bagi para negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC. Saat harga minyak dunia melambung, OPEC menyatakan tidak akan menaikkan produksi secara signifikan.
Meskipun harga komoditas terus bergejolak dan berada dalam tren peningkatan. “Ini menyebabkan suplai minyak jadi sangat terbatas, bahkan karena terjadinya embargo (minyak mentah Rusia oleh negara-negara barat) menyebabkan harga semakin melonjak jauh di atas situasi normal,” jelas Sri Mulyani.
Kondisi harga minyak mentah dunia yang masih labil itu, menurut Menkeu, maka pemerintah memilih jalan tengah dalam penyusunan RAPBN 2023.
“Maka untuk APBN, pemerintah menggunakan 90 dollar AS per barel untuk titiknya, range-nya antara 80-100 dollar AS per barel,” ujarnya.
ARIEF RAHMAN MEDIA