Andi Pangerang Hasanuddin
JAKARTA, jurnal9.com – Pernyataan ancaman pembunuhan yang disampaikan Andi Pangerang Hasanuddin (APH), seorang peneliti dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) pada warga Muhammadiyah bikin heboh publik. Apalagi yang melontarkan ujaran itu seorang intelektual.
Pernyataannya yang menyulut kebencian ini dianggap tidak pantas. Berawal dari ucapan Thomas Djamaluddin yang menyebut Muhammadiyah tidak taat dengan keputusan pemerintah terkait penetapan awal Syawal 1444 Hijriah.
Pernyataan tersebut lantas ditimpali oleh Andi yang mengaku lelah karena kerap melihat kegaduhan yang dibuat oleh warga Muhammadiyah.
Kemudian Andi mengeluarkan ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah. Ucapan itu disampaikan lewat unggahan status Profesor Riset Astronomi-Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin yang ditulisnya pada Minggu (23/4/2023):
“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” tulis Andi dikutip Senin (24/4/2023)
Andi mengaku siap jika dirinya dilaporkan ke pihak kepolisian. Dan bahkan dipenjara.
Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama ini kemudian menyinggung soal permintaan warga Muhammadiyah untuk bisa mendapat fasilitas Shalat Id pada tahun ini.
Ujaran kebencian yang disampaikan intelektual BRIN ini mendapat sorotan dari Ketua Setara Institute Hendardi. “Seorang intelektual kok mengeluarkan pernyataan provokatif terkait perbedaan Hari Raya Idulfitri 2023 antara pemerintah dan Muhammadiyah. Ini sangat tendensius dan sinikal [paham yang menganggap orang lain lebih buruk] pada ijtihad Muhammadiyah,” ujarnya.
“Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana,” tegas Hendardi.
Bahkan Hendardi menyebut Setara Institute menganggap pernyataan tersebut cenderung condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik.
“Condoning adalah pernyataan yang disampaikan pejabat publik, namun berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu. Bahkan berpotensi menimbulkan kekerasan dan pelanggaran serius,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan APH, peneliti BRIN itu, Komisi VII DPR RI akan memanggilnya untuk dimintai keterangannya terkait unggahan perbedaan tanggal Idulfitri 2023 antara pemerintah dan Muhammadiyah yang memicu kebencian.
“Kok ada seorang peneliti BRIN mengeluarkan pernyataan yang tidak pantas. Yaitu ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan. Dia itu seorang intelektual. Bukan orang awam,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno.
Dilaporkan ke polisi
Melansir akun Twitter Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, Selasa (25/4/2023), tidak hanya menyorot pernyataan APH yang menyulut kebencian, juga pernyataan di media sosial Facebook yang tidak pantas bagi seorang intelektual.
“Tidak pantas bagi seorang intelektual, di lembaga intelektual BRIN mengeluarkan pernyataan yang intoleran seperti itu. Apalagi sampai ada ancaman pembunuhan,” tegas Eddy.
Kasus ujaran kebencian APH ini sudah dilaporkan ke Polres Jombang, Jawa Timur pada Senin (24/4/2023). Dalam Surat Tanda Terima Laporan (STTL) di Polres Jombang itu, diketahui bahwa pelapor Bernama Abdul Wahid, perwakilan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jombang.
Abdul melaporkan Andi yang telah dipastikan sebagai aparatur sipil negara (ASN) dari BRIN atas ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan melalui media sosial Facebook.
Kemudian APH mengakui cuitannya di media sosial bahwa akun yang bersangkutan bukan di-hack. Dan meminta maaf melalui pernyataan terbuka.
“Permintaan maaf dan pengakuan APH boleh diapresiasi. Tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah. Sebab perbuatan APH itu telah memenuhi unsur pidana. Dari sisi tindakan penghasutan, ujaran kebencian, maupun dampak perbuatannya yang menimbulkan kegaduhan,” kata Hendardi menanggapi cuitan APH yang meminta maaf.
“Pernyataan APH itu bukan bentuk kebebasan berpendapat. Bukan kebebasan berpikir seorang peneliti. Tapi bentuk bullying terhadap kelompok yang berbeda,” lanjut Hendardi.
ARIEF RAHMAN MEDIA