Seorang selebriti ikut melakukan panen raya padi di pematang sawah di daerah, Ubud, Kab. Gianyar, Bali.
News Analysis
BANDUNG, jurnal9.com – Pemerintah akan mengimpor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun 2021 ini. Klaim pemerintah, impor terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional.
Beras impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya istilah iron stock. Kabarnya rencana impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas.
Tapi anehnya Budi Waseso sebagai orang nomor satu di Bulog mengaku tak pernah mengusulkan impor beras untuk tahun ini. Kalau Dirut Perum Bulog sendiri tak mengetahui rencana impor beras ini, lalu siapa sebenarnya yang bermain beras? Atau siapa yang bermain impor beras di belakang pemerintah? Ini menjadi pertanyaan banyak orang.
Bahkan Budi Waseso baru mengetahui setelah dirinya menerima perintah mendadak dari Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto.
“Kebijakan Pak Menko dan Pak Mendag, kami dikasih penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor,” ungkap Buwas, panggilan akrabnya.
Menurut Buwas saat rapat koordinasi bersama Kemenko Bidang Perekonomian sebelumnya tak pernah membahas impor beras. Seingat Buwas rapat hanya membahas stok pangan dalam negeri.
Namun saat Buwas mendapat tugas dari Menko Bidang Perekonomian Airlangga untuk melakukan impor beras, ia cukup kaget karena kabar itu mendadak. “Ini untuk jaga-jaga jika ada ancaman gangguan cuaca yang dapat mengganggu stok beras,” kata Buwas saat menerima pesan dari Airlangga.
Buwas sendiri mengaku sedih jika keputusan untuk impor beras sebanyak 1 juta ton itu jadi terwujud. Sebab dengan adanya impor beras ini akan berdampak pada tekanan harga gabah di tingkat petani.
Apalagi mulai Maret-April 2021 ini akan memasuki masa panen raya. “Ini ada panen. Berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor. Ini baru diumumkan sekarang, tapi dampaknya harga di petani sudah drop,” ungkap dia.
Selain itu, kata Buwas, impor beras bakal jadi beban buat Perum Bulog. Karena di gudang Bulog masih banyak tersimpan stok beras sisa impor yang lalu. Ini bisa membuat kualitas beras yang tersimpan menumpuk di gudang Bulog semakin mengkawatirkan karena sudah terlalu lama.
Mantan Kabareskrim ini menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian mengklaim stok beras berlebih. “Sementara Kementerian Perdagangan bilang perlu impor,” ungkap Buwas.
Menurut Buwas, persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton, dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial.
Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, Buwas mengeluhkan adanya beras yang turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton, dari total beras impor tahun 2018 sebesar 1.785.450 ton.
Selain itu, menurut Buwas, beras impor yang sudah dalam masa simpan tahunan, jumlahnya mencapai 461.000 ton. Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog ada 275.811 ton, dengan sebanyak 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu.
Dia juga menjelaskan bahwa pada Maret 2020 lalu, beras impor tahun 2018 masih tersisa sekitar 900.000 ton. Beras tersebut kemudian digunakan untuk penyaluran bantuan sosial dari Kementerian Sosial dan bantuan dari Presiden kepada masyarakat untuk menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi.
Namun, kata Buwas, beras tersebut hanya tersalurkan sekitar 450.000 ton dari alokasi sebanyak 900.000 ton. Sisanya hingga kini sebanyak 275.811 ton beras impor tahun 2018 itu masih tersimpan di gudang Bulog dengan 106.642 ton di antaranya sudah mengalami turun mutu.
Rencananya beras sisa impor tahun 2018 yang sudah mengalami turun mutu akan diolah menjadi tepung yang akan ditangani Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Akhirnya Bulog secara mendadak mendapatkan penugasan impor beras 1 juta ton. Meski masih ada sisa beras impor tahun 2018 yang belum diselesaikan. “Sampai saat ini belum bisa dilaksanakan. Ini menjadi beban Bulog,” ungkap Buwas.
Menanggapi masih menumpuknya stok beras di Bulog, Mendag Muhammad Lutfi meyakini bahwa kebijakan impor beras 1 juta ton di 2021 ini tidak bakal menghancurkan harga gabah di tingkat petani.
Sebab menurut Lutfi, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional serta menstabilkan harga. “(Impor) ini bagian dari strategi untuk memastikan harga stabil. Percayalah tidak ada niat pemerintah untuk menghancurkan harga petani. Terutama saat sedang panen raya,” ujar Lutfi dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (15/3/2021) lalu.
Ancam petani
Rencana pemerintah melakukan impor 1 juta ton beras itu juga ditolak mentah-mentah oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebab menurut dia, impor beras bisa mengancam kesejahteraan petani di Jawa Barat.
Alasan Ridwan Kamil menolak impor beras, karena faktanya produksi beras di Jawa Barat pada Maret dan April ini dipastikan surplus. Apalagi sebentar lagi mau panen raya. Pasti bakal menumpuk persediaan beras di gudang.
“Kalau tiba-tiba impor beras, maka bisa kebayang kan harganya kebanting. Petani yang berjuang untuk mencari kesejahteraan jadi hilang. Kami memberikan usulan agar impor beras ditunda atau ditiadakan saja,” katanya.
Bahkan menurut Gubernur Jawa Barat ini, rencana impor tersebut dikeluhkan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) se-Jawa Barat. Ini disampaikan oleh kelompok tani tersebut saat melakukan video conference bersama dirinya.
Kekhawatiran Ridwan Kamil, beras yang melimpah di petani akan membuat nilai beli oleh Bulog turun. “Tadi di Cirebon curhat, biasa bulog beli 120.000 ton. Sekarang menurun cuma 21.000 ton,” keluh para petani itu.
“Masa beras sudah banyak masih mau impor. Kecuali lagi krisis beras, saya kira masuk akal. Tapi ini kondisinya lagi surplus di Jabar,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini.
Dia menilai rencana impor beras itu bisa mengancam kesejahteraan petani. “Jadi kami mengusulkan ke pemerintah agar menunda beras impor, maksimalkan saja produksi Jabar yang melimpah,” katanya.
Penolakan ini menurutnya berlandaskan pada sila kelima Pancasila. Menurutnya kesejahteraan petani harus dinomersatukan oleh negara. “Tanpa mereka (petani) kita tidak jadi apa-apa. Makanya manajemen timing ini menjadi penting. Karena itu tadi ada hitungannya. Jangan sekarang, mereka pas panen raya,” tutur Ridwan Kamil.
ARIEF RAHMAN MEDIA