Menteri Keuangan Sri Mulyani
JAKARTA, jurnal9.com – Pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa perekonomian pada 2020 yang mengalami dua kuartal berturut-turut mencatatkan pertumbuhan negatif, ini menandakan Indonesia jatuh dalam resesi.
Ini baru pertama kalinya Indonesia jatuh dalam resesi sejak 22 tahun terakhir, Indonesia menghadapi krisis moneter pada 1998 lalu.
Efek pandemi corona yang melanda hampir seluruh negara di dunia telah menghancurkan perekonomian Indonesia, dan notabene adalah terbesar di Asia Tenggara serta masuk dalam G20, kelompok 20 ekonomi utama terbesar di dunia.
Dalam pengumuman pertumbuhan domestik bruto (PDB) Kamis (5/11/2020) lalu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan perekonomian nasional pada kuartal III/2020 kontraksi minus 3,49 persen. Karena sebelumnya pada kuartal II/2020 tercatat kontraksi minus 5,32 persen.
Dengan demikian terjadi penyusutan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut, sehingga membuat Indonesia masuk dalam resesi.
Penyebaran covid-19 .
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat Indonesia memiliki tingkat penyebaran covid-19 yang tertinggi di wilayah ASEAN, dan nomor dua di Asia, di bawah India.
Kondisi ini membuat pemerintah sempat melakukan pembatasan sosial berskala besar mulai awal April lalu. Kemudian sempat dilonggarkan, dan PSBB jilid II kembali diterapkan di Ibukota Jakarta selama empat minggu mulai pertengahan September lalu, lantaran terjadi lonjakan lagi kasus covid-19.
Meski PSBB jilid II diberlakukan lagi untuk tujuan menekan penyebaran virus corona, namun pembatasan ini berdampak pada perlambatan ekonomi. Sehingga imbasnya dunia usaha terpukul. Semua sektor usaha, dari sisi permintaan dan produksi mengalami terjun bebas.
Akibatnya banyak perusahaan melakukan efisiensi, bahkan ada yang terpaksa gulung tikar. Bahkan banyak juga perusahaan yang melakukan pengurangan beban tenaga kerja, mulai dari pemangkasan jam kerja sampai PHK.
Hal ini diungkapkan BPS bahwa pada kuartal III telah terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. BPS mencatat per Agustus 2020 melonjak menjadi 9,77 juta orang. Angka itu naik 2,67 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2020 melonjak menjadi 7,07 persen. Realisasi itu naik dari posisi Agustus 2019 yang sebesar 5,23 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sumber kontraksi perekonomian RI yang terdalam disumbang industri pengolahan dengan minus 0,89 persen. Dari 17 lapangan usaha, masih ada 10 yang terkontraksi, di mana sektor alat angkut mengalami kontraksi terdalam sebesar 29,98 persen. Sedangkan industri farmasi, kimia, dan obat tradisional terpantau paling positif dengan kenaikan 14,96 persen.
Secara keseluruhan, pada kuartal III/2020 industri pengolahan terkontraksi 4,31 persen (yoy), atau ada perbaikan dari kuartal II/2020 yang minus 6,19 persen.
Industri makanan dan minuman masih tercatat penurunan tetapi hanya separuh dari kuartal yang lalu yakni minus 11,86 persen. Hal itu dikarenakan masih rendahnya penyediaan akomodasi yang tercatat minus 28,03 persen karena belum pulihnya kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik.
Sektor pariwisata sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, mengalami penurunan yang tajam lantaran kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah Indonesia maupun di negara-negara lain secara global.
Penyusutan kue ekonomi nasional sebesar 3,49% selama periode Juli hingga September sedikit meleset dari perkiraan para ekonom, yakni di kisaran 3%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan meski Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif minus 3,49% pada kuartal III/2020, namun menunjukkan ada peningkatan kinerja ekonomi lebih baik dibandingkan dengan kuartal II/2020 yang tercatat minus 5,32 persen.
“Kuartal III/2020 telah terjadi perbaikan ekonomi, dari sisi konsumsi, investasi, maupun belanja pemerintah. Jika melihat kondisi ini, pemerintah optimis bahwa ekonomi Indonesia telah melewati titik terendahnya,” tuturnya.
Sri Mulyani menambahkan bahwa konsumsi dari rumah tangga kelas menengah-atas masih terbatas. Karena kondisi pendemi memang belum berakhir. Namun dia berharap tren perbaikan ekonomi ini terus dijaga bahkan kalau perlu diperkuat untuk kembali ke level positif.
Untuk itu di tengah ketidakpastian yang masih tinggi dan masyarakat yang masih ogah belanja, kata Menkeu, solusi yang dapat dilakukan yakni lewat akselerasi belanja pemerintah demi mendorong produk domestik bruto (PDB) Indonesia kembali tumbuh.
ARIEF RAHMAN MEDIA