Presiden Joko Widodo
JAKARTA, jurnal9.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa heran kasus korupsi tak bisa berhenti. Malah makin banyak pejabat yang dipenjara akibat kasus korupsi. Sampai sekarang ini
“Begitu banyaknya pejabat yang korupsi dan dipenjara. Apakah korupsi bisa berhenti? Berkurang? Ternyata sampai sekarang ini masih kita temukan banyak kasus korupsi. Ada 1.385 orang pejabat yang dipenjara karena korupsi,” kata Presiden Jokowi dalam pidatonya pada Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Presiden merinci sejumlah pejabat itu. Berdasarkan catatan 2004 hingga 2022 ada 344 anggota DPR dan DPRD yang dipenjara. Kemudian ada 38 menteri dan kepala Lembaga, serta ada 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota yang dipenjara karena korupsi.
“Bahkan ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi yang juga ikut korupsi. Kemudian ada 8 komisioner. Di antaranya komisioner KPU, KPPU dan KY,” ungkap Jokowi.
“Lalu dari individu swasta ada 415 orang dan 363 birokrat yang dipenjara karena ikut terlibat dalam kasus korupsi. Sehingga apabila keseluruhan ditotal, ada sebanyak 1.385 orang yang sudah masuk penjara sejak 2004-2023. Ini terlalu banyak sekali. Mana ada di negara lain yang pejabatnya dipenjara sebanyak di Indonesia,” ia menegaskan.
Melihat banyaknya pejabat yang korupsi itu, Presiden Jokowi menegaskan perlu adanya evaluasi total dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selain mencegah dan menindak korupsi, lanjut Jokowi, negara perlu memikirkan langkah yang lebih strategis. Sebab penindakan dengan hukuman penjara ternyata tak memberi efek jera kepada pelaku korupsi,
“Apakah hukuman penjara membuat jera? Ternyata tidak. Karena memang korupsi sekarang makin canggih, makin kompleks bahkan lintas negara dan multi yuridiksi dan menggunakan teknologi mutakhir,” jelasnya.
Karena itu presiden berharap ada upaya bersama yang dapat mencegah tindak pidana korupsi dan menghentikan perbuatan korupsi oleh para pejabat di pemerintahan.
“Saya yakin dengan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal akan memberikan efek jera, sebagai mekanisme pengembalian kerugian negara,” ungkapnya.
Karena itu ia mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal tersebut segera disahkan.
“Saya berharap pemerintah dan DPR segera membahas dan menyelesaikan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini. Sangat penting dalam memberantas korupsi di Indonesia,” kata Jokowi.
Sebab dengan RUU Perampasan Aset itu, kata presiden, bisa memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara. Dan bisa memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.
“Menurut saya, undang-undang perampasan aset tindak pidana ini penting segera diselesaikan, karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera,” tegasnya lagi.
Pejabat flexing
Sementara itu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango meminta Presiden Joko Widodo agar menegur pejabat tinggi negara yang telat menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu,” kata Nawawi dalam pidatonya di hadapan Presiden Jokowi.
Nawawi juga meminta Presiden menegur para pejabat yang melaporkan LHKPN, tetapi tidak menyampaikan surat kuasa dan mengisi komponen kekayaan itu dengan benar.
Seperti disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan yang menyebutkan ketidaklengkapan LHKPN menjadi isu yang masih disorot. Sebab, penyampaian LHKPN yang tanpa surat kuasa, membuat KPK tidak bisa melakukan verifikasi kepada instansi lain, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), menyangkut verifikasi aset tanah dan properti, serta perbankan terkait transaksi keuangan para pejabat.
Nawawi mengatakan, penggunaan LHKPN menjadi fenomena baru bagi masyarakat untuk bisa mengawasi korupsi yang dilakukan pejabat tinggi negara itu.
Selain itu Ketua KPK menyinggung banyak pejabat yang flexing atau memamerkan kekayaannya di media sosial. “Mereka kemudian memeriksa LHKPN pejabat tersebut dan mencari tahu apakah kekayaan yang dipamerkan dilaporkan atau sesuai dengan pendapatan mereka sebagai aparatur sipil negara (ASN). Ini fenomena tahun 2023,” ucap Nawawi.
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA