Ilustrasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan UUD 1945
JAKARTA, jurnal9.com – Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bertentangan tidak sesuai dengan UUD 1945.
Bahkan organisasi Islam besar, Muhammadiyah menentang UU Cipta Kerja yang dinilai kontroversial. Karena UU Ciptaker ini banyak merevisi isi undang-undang yang sudah ada.
“UU yang sudah ada itu sebenarnya sudah bagus. Tapi setelah direvisi ke UU Ciptaker hasil revisiannya malah semakin buruk. Isi dan maknanya semakin jauh dari UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara kita,” ujar Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/12/2021).
Ia meyebutkan dalam ‘pasal 33 UUD 1945 ayat 2 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.
Terkait itu, menurut Abbas, jika ada investor asing yang berinvestasi di Indonesia, dalam masalah pengelolaan sumber daya alam ini, negara harus bisa mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Jangan sampai terjadi sebaliknya. Dalam pengelolaan sumber daya alam ini, kita wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia,” tegasnya.
“Selama ini pemerintah mulai mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA). Dan kita harus tahu jabatan-jabatan yang tidak boleh diduduki oleh TKA itu. Misalnya, Direktur Personalia (Personnel Director), Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relation Manager), Manajer Personalia (Human Resource Manager), dan [selevel eksekutif] lainnya,” demikian Abbas menegaskan.
“Namun apa yang terjadi? justru adanya UU Ciptaker ini, pihak investor asing bisa mempekerjakan TKA dengan lebih leluasa,” ia memberi alasan.
Abbas mengatakan dalam UU Ciptaker itu investor asing bisa membawa tenaga kerja dari negaranya sendiri. Contoh pihak perusahaan asing itu bahkan hanya cukup membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan melaporkan rencana tersebut ke pemerintah.
“Dengan begitu, masyarakat di sekitar lokasi tambang terpaksa berteriak dan marah-marah karena buminya dikuras sumber daya alamnya. Namun mereka tidak bisa bekerja di perusahaan tersebut karena semua pekerjaan yang ada disitu sudah diisi tenaga kerja asing,” ungkap Abbas.
“Dan masyarakat yang tinggal dekat di sekitar tambang hanya kecipratan debu-debunya saja. Karena itu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional,” katanya.
Abbas menegaskan MK sudah memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Ciptaker tersebut dalam jangka 2 tahun ke depan. Dan tidak boleh membuat peraturan turunannya.
“Jika DPR-Pemerintah tidak berhasil melakukannya, maka UU yang direvisi atau UU yang sudah ada sebelumnya secara hukum, otomatis dianggap berlaku kembali. Sehingga ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU Ciptaker sekarang ini tidak berlaku lagi,” jelasnya.
ARIEF RAHMAN MEDIA