Jurnal9.com
HeadlineNews

Maizidah Jadi Korban TPPO di Taiwan, Mau Ditiduri Banyak Lelaki Demi Uang

Maizidah Salas seorang buruh migran di Taiwan

JAKARTA, jurnal9.com – Ini kisah pilu seorang buruh migran Indonesia bernama Maizidah Salas yang pernah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Taiwan.

Ia menceritakan pengalamannya kepada awak media dalam acara bincang bertema: “Perempuan Merdeka dari Ancaman Tindak Pidana Perdagangan Orang” di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada Kamis (1/8/2024).

Ini penuturannya:

Awal kejadiannya pada tahun 2001. Ketika itu saya didatangi seseorang yang mengaku dari agen penyalur tenaga kerja. Saya ditawari pekerjaan untuk di Taiwan dengan diiming-imingi gaji besar. Tentu saja saya tergiur. Apalagi saya waktu itu sedang mencari pekerjaan.

Namun orang dari agen penyalur tenaga kerja itu menjelaskan kalau berminat, saya harus membayar uang puluhan juta ke agen tersebut. Karena saya ingin bekerja, saya pun mendatangi saudara-saudara. Cari pinjaman buat bayar jasa untuk bekerja di Taiwan itu.

Setelah membayar puluhan juta, saya lalu ditempatkan di penampungan. Di tempat penampungan itu saya mendapatkan pelatihan dan kursus bahasa.

Setelah tiga bulan, pihak agen memberi tahu kalau saya akan diberangkatkan ke Taiwan. Akhirnya saya terbang ke Taiwan bersama ada puluhan perempuan lainnya.

Namun yang bikin kaget saya, saat di tengah perjalanan, pihak agen membongkar paksa tas saya. Lalu  merampas semua barang-barang saya. Katanya barang-barang saya itu tidak boleh dibawa ke Taiwan.

Saya juga tidak boleh membawa mukenah. Lalu SIM Card nomor Hp (handphone) saya diambil, katanya nomor saya ini tak boleh dipakai lagi. Kemudian ada baju yang diambil, alasannya baju saya itu dianggap seksi. Kosmetik di dalam tas juga diambil. Dan saya tidak boleh bawa Alquran. Makanya Alquran saya pun ikut diambil.

Setibanya di Taiwan, ternyata tak seperti yang dijanjikan pihak agen sewaktu saya di Indonesia. Tahu-tahu saya dipekerjakan di sebuah restoran.

Padahal sebelumnya pihak agen janjinya akan memperkerjakan saya untuk mengurusi orang jompo di sebuah rumah. Ternyata setibanya di Taiwan tidak ada nenek jompo seperti yang dijanjikan.

Di restoran itu setiap harinya saya bekerja di bagian dapur. Mulai dari pukul 04.00 pagi sampai pukul 01.00 waktu Taiwan.

Selama bekera di restoran ini, saya sering mendapat perlakuan tidak pantas dari majikan. Bayangkan setiap hari saya diberi makan dari sisa makanan kemarin yang sudah basi. Mau tidak mau terpaksa saya makan. Kalau nggak makan, saya bisa kelaparan.

Selama bekerja di restoran itu, majikan sering mencari-cari kesalahan saya. Sampai akhirnya saya dipecat dari pekerjaan. Rupanya majikan saya itu sengaja mencari-cari kesalahan untuk memecat saya. Dan bekerja di restoran itu hanya beberapa bulan saja.

Setelah dipecat dari restoran, kemudian pihak agen menawarkan ke saya untuk bekerja di sebuah rumah untuk mengurusi orang tua yang sudah jompo.

Bekerja mengurusi orang jompo ini, saya mulai betah. Karena saya diperlakukan dengan baik oleh majikan.

Dan saya kaget, baru tiga bulan bekerja ngurusi orang jompo, tiba-tiba pihak agen memberitahukan kalau saya akan dipulangkan ke Indonesia.

Alasannya majikan di tempat saya kerja itu tidak bisa mengambil pekerja migran asing, kalau saya belum dipulangkan. Padahal dalam perjanjian kontrak, saya terikat pekerjaan di Taiwan ini selama 3 tahun. Namun kenyataannya saya bekerja hanya beberapa bulan saja.

Saya kemudian dijemput untuk dipulangkan. Dan yang bikin kaget, dalam perjalanan itu, orang dari pihak agen melakukan pelecehan seksual di dalam mobil. Orang dari agen itu terang-terangan mengajaknya untuk melakukan hubungan badan.

Baca lagi  Pecatur Ummi Ingin Punya Skill Seperti Pecatur Kasparov yang Menjadi Idolanya

Namun karena saya menolak, akhirnya orang dari agen ini pun terus memaksa saya untuk melakukan hubungan badan.

Saat di dalam mobil itu saya dipaksa untuk melakukan hubungan badan, tiba-tiba handphone saya berdering.

Tapi nafsunya sudah di ubun-ubun, meski handphone saya berdering, orang dari pihak agen ini pun makin beringas. Dia berusaha merebut handphone saya, sampai tarik-tarikan kenceng, dan tak sengaja kena kuku saya. Sampai dia berdarah. Handphone saya akhirnya dibanting sampe hancur.

Beruntung, handphone saya yang sudah remuk itu masih bisa digunakan. Sehingga saya masih bisa menghubungi teman-teman. Dan saya berontak, terus kabur dari rangkulan orang dari pihak agen tersebut.

Sejak kejadian itu, saya akhirnya terpaksa menjadi pekerja migran ilegal di Taiwan. Tapi memang tidak mudah menjadi pekerja ilegal di negeri orang. Berkali-kali saya keluar masuk dari satu tempat pekerjaan ke pekerjaan yang lain, karena saya tidak menerima gaji sampai berbulan-bulan.

Selama menjadi pekerja ilegal itu, hidup saya tidak pernah nyaman. Hidup susah. Kerja jauh-jauh ke negeri orang, tapi saya tak pernah menerima gaji. Keluarga saya di kampung tak pernah diberi tahu, kondisi saya sebenarnya di Taiwan. Khawatirnya mereka kepikiran. Biar saya tanggung sendiri penderitaan ini.

Selama menjadi pekerja ilegal, utang saya makin menumpuk ke teman-teman di Taiwan. Karena saya sering tak menerima gaji dari tempat kerja. Padahal saya butuh biaya makan sehari-hari.

Di tengah kesulitan itu, saya akhirnya terpaksa mau bekerja di pabrik besi. Padahal sebagian besar pekerjanya banyak laki-laki. Tapi saya tak peduli. Saya kan butuh uang utuk biaya hidup. Namun sayang, baru 12 hari saya bekerja, pabriknya ditutup karena bangkrut.

Jadi hidup saya zero lagi, zero lagi. Itu yang terjadi dalam hidup saya di Taiwan.

Karena sudah tidak punya apa-apa, sampai akhirnya saya harus hidup luntang-lantung di Taiwan. Tanpa pekerjaan. Tanpa tujuan.

Saya pun bingung mau mengadu ke siapa. Jauh saudara, jauh orang tua.

Masalahnya pekerja migran di sana itu tidak pernah dibekali nomor telepon atau alamat instansi yang berwenang untuk mengurusi orang yang mengalami nasib seperti saya.

Sampai-sampai dalam keadaan yang menyedihkan itu, [maaf] saya terpaksa harus mau ditiduri oleh laki-laki hidung belang karena saya butuh uang untuk makan. Itu pun saya lakukan di tempat tinggal yang tidak layak.

Setiap kali saya mau tidur, terpaksa harus tidur di tempat tinggal laki-laki. Itu saya lakukan karena butuh tempat tidur dan butuh uang buat makan. Saya harus mengorbankan harga diri saya. Dan mengorbankan kehormatan saya.

Kalau teringat masa itu saya sedih. [sambil menangis]. Itu pengalaman hidup saya yang penuh luka dan penderitaan, dari seorang wanita yang berjuang hidup demi untuk mendapatkan pekerjaan di perantauan; negeri orang.

Dalam akhir perjalanan hidup saya di Taiwan itu, akhirnya pada 2006 saya ditangkap pihak Imigrasi, dan saya dideportasi kembali pulang ke Indonesia.

Saya akhirnya kembali hidup di desa, menjadi petani lagi, sambil buka usaha kecil-kecilan di daerah Wonosobo, Jawa Tengah.

Dan Alhamdulillah dari pengalaman saya yang pernah menjadi pekerja migran itu, akhirnya saya juga dipercaya menjadi Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo, Jawa Tengah.

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

KPK Telusuri Adanya Aliran Uang Suap yang Dikorupsi Mensos Masuk ke PDIP

adminJ9

Setelah Mentan Dikabarkan Menghilang, Kini Pimpinan KPK Diadukan Lakukan Pemerasan

adminJ9

Januari 2021 Semua Sekolah Mulai Diperbolehkan Belajar Tatap Muka

adminJ9

Leave a Comment