Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat memberikan penjelasan kepada wartawan, di Jakarta pada Rabu (5/8).
JAKARTA, jurnal9.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi 5,32 persen, kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Pertumbuhan ekonomi yang negatif ini merupakan yang pertama kalinya sejak periode 1998 atau ketika Indonesia mengalami krisis finansial Asia.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 tercatat mencapai 2,97 persen atau mulai menunjukkan adanya perlambatan akibat pandemi covid-19.
Suhariyanto mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal II/2020 sebesar Rp2.589,6 triliun.
“Kalau dibandingkan dengan kuartal I/2020, maka ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -4,19 persen,” ujarnya.
Sementara itu, kumulatifnya pada semester I/2020 mencapai 1,26 persen.
Menurut Suhariyanto, efek domino covid-19 di mulai dari masalah kesehatan hingga merembet ke masalah sosial dan ekonomi.
“Ini bukan persoalan gampang. Kita bisa melihat negara pada triwulan kedua mengalami kontraksi,” ungkap Suhariyanto.
Pengeluaran signifikan
Struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II/2020 menurut pengeluaran mengalami perubahan signifikan.
Menurut Kepala BPS, seluruh komponen pengeluaran mengalami kontraksi pada kuartal kedua kali ini.
Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, tumbuh negatif 5,51 persen.
“Komponen konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi kecuali komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga dan kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Perumahan dan perlengkapan rumah tangga tumbuh postif 2,36 persen pada kuartal II/2020, diikuti oleh kesehatan dan pendidikan sebesar 2,02 persen.
“Untuk kesehatan bisa ditunjukan oleh klaim bruto BPJS kesehatan,” ungkapnya.
Kontraksi terdalam ditunjukkan oleh komponen transportasi dan komunikasi sebesar -15,33 persen. Hal ini dipicu oleh penurunan jumlah angkutan penumpang angkutan kereta, kapal laut dan angkutan udara.
Posisi pengeluaran konsumsi rumah tangga, diikuti oleh komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto(PMTB) tumbuh minus 8,61 persen, kemudian komponen ekspor barang dan jasa minus 11,66 persen.
Menurut BPS, seluruh komponen PMTB mengalami kontraksi cukup dalam. Kontraksi tertinggi dialami oleh kendaraan sebesar 34,12 persen dan peralatan lainnya 26,09 persen.
“Komponen kendaraan karena ada penurunan di sepeda motor dan mobil.”
Komponen pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi sebesar 6,9 persen dipicu oleh kontraksi belanja barang dan jasa.
“Banyak sekali penundaan dan pembatalan K/L karena pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan kegiatan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, realisasi belanja pegawai juga mengalami penurunan karena eselon 1 dan 2 tidak mendapatkan THR pada Lebaran tahun ini.
Sementara itu, ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi sebesar 11,66 persen. Impor barang dan jasa terkontraksi lebih dalam sebsar 16,96 dipicu oleh turunnya impor jasa sebesar 41,36 persen.
Adapun, komponen pengeluaran konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) terkontraksi sebesar -7,76 persen.
Seperti sudah diprediksi sejumlah ekonom sebelumnya, perekonomian Indonesia akan mengarah ke angka negatif, bahkan resesi. Mantan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menyebutkan kuartal II/2020 ekonomi bisa minus 6 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini bakal mengalami kontraksi di kisaran -3,5 persen hingga -5,1 persen dengan titik tengah di -4,3 persen.
Ant/ARIEF RAHMAN MEDIA