Kawasn Kota Tua Yerusalem Timur yang banyak menyimpan sejarah para nabi dan situs umat Islam, Kristen dan Yahudi. Tampak dari kejauhan sebuah Masjid Al-Aqsa.
YERUSALEM, jurnal9.com – Bentrokan warga Palestina dan polisi Israel di luar Kota Tua Yerusalem Timur terus terjadi. Selama dua hari berturut-turut. Justru yang menyedihkan bentrokan berdarah ini terjadi pada saat malam Lailatul Qodar. Ketika umat Islam memasuki hari-hari puncaknya untuk mengejar kemuliaan bulan Ramadhan.
Dari pengalaman saat saya melakukan liputan di Yerusalem beberapa tahun silam, justru saat itu terjadi bentrokan sebelum memasuki waktu Ramadhan. Namun saat akan memasuki hari pertama Ramadhan, para pasukan Israel itu langsung menghentikan aksi penyerangannya. Para polisi Israel tahu jika besok warga muslim Palestina akan menjalankan puasa Ramadhan. Mereka menghormati bulan suci Ramadhan.
Begitu pun warga muslim Palestina yang biasanya garang berhadapan dengan polisi Israel, saat memasuki awal Ramadhan mereka tak bernafsu lagi untuk melakukan perlawanan atau penyerangan; intifadha [serangan jihad]. Karena mereka harus berpuasa.
Tapi agresi pasukan Israel kali ini justru dilakukan pada saat bulan Ramadhan. Tatkala warga muslim Palestina khusyuk mengejar kemuliaan puasa Ramadhan; saat Lailatul Qadar pada 10 hari terakhir Ramadhan. Ini yang bikin amarah warga muslim Palestina untuk melawannya meski dalam keadaan puasa.
Saya sempat mewawancarai seorang anak muda bernama Bashar Qalamullah di kota lama Yerusalem Timur. Saya tanya apa yang ada di benaknya saat berhadapan dengan pasukan Israel? Bashar mengaku sangat benci. Sebab, kata dia, dari sejarah Bani Israel itu secara turun temurun menjadi pencaplok wilayah Palestina. “Kami tak pernah takut menghadapi kekejaman mereka yang hampir setiap hari sering menembaki warga Palestina,” katanya.
Saya mengenal jiwa anak-anak muda Palestina itu. Mereka anak muda yang masih berusia belasan tahun. Tapi sangat gigih untuk melakukan intifadha. Meski tak bersenjata, mereka berani melawan polisi Israel yang bersenjata lengkap. Mereka hanya membawa batu untuk menyerang polisi Israel, saat para pemuda itu ditembaki dengan peluru karet dan gas air mata.
Anak-anak muda Palestina itu pantang mundur, pantang menyerah demi menjaga kesucian Masjid Al-Aqsa yang diserang pasukan Israel. “Dari dulu, polisi Israel itu mengganggu warga Palestina tak boleh beribadah,” tuturnya.
Bentrokan kali ini terjadi saat anak-anak muda Palestina itu sedang merayakan 10 hari terakhir Ramadhan di Aqsa. Namun tiba-tiba kaget mendengar kabar polisi Israel menembaki warga Palestina di komplek Masjid Al-Aqsa. Jarak antara komplek Masjid Al-Aqsa dengan Kota Yerusalem Timur hanya sekitar 3 kilometer. Akhirnya warga muslim Palestina yang berada di Kota Yerusalem Timur tersulut amarahnya untuk ikut melakukan aksi penyerangan itu.
Dan anak muda Palestina itu merangsek maju sambil menyalakan api, dan merobohkan barikade polisi untuk menuju Aqsa. Sejumlah polisi Israel yang berjaga di dekat tembok Kota Tua, ada yang menunggang kuda dengan perlengkapan anti huru hara, pakai granat kejut dan meriam air untuk memukul mundur pemuda Palestina itu.
Sehingga berawal dari tindakan represif polisi Israel ini yang memancing warga Palestina lainnya marah. Anak-anak muda di Kota Tua di Yerusalem Timur, turun memenuhi jalan-jalan untuk membalas tindakan polisi Israel itu dengan melempari batu. Akhirnya bentrokan berdarah itu meluas di kota Yerusalem.
Akibat bentrok itu sedikitnya 285 orang terluka, termasuk ada anak masih di bawah umur yang dibawa ke rumah sakit. Dan ada beberapa petugas polisi yang terluka. Demikian dilaporkan Bulan Sabit Merah Palestina.
“Polisi Israel itu melarang kami shalat di Aqsa. Polisi itu memancing kemarahan warga muslim Palestina. Sehingga setiap hari ada perkelahian, ada bentrokan, dan ada masalah,” kata Mahmoud al-Marbua, 27, saat polisi mengejarnya dan menembaki anak muda Palestina yang memprotesnya.
Memahami sengketa
Dikutip dari AFP, bentrokan itu terjadi saat warga Palestina memprotes keputusan Pengadilan Distrik Yerusalem yang menyatakan tanah Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur itu secara legal dimiliki para pemukim Yahudi. Akibat keputusan itu sejumlah warga Palestina yang tanahnya diklaim pemukim Yahudi tersebut langsung mendapat perlakukan paksa penggusuran oleh otoritas Israel.
Berawal dari kejadian itu membuat kemarahan warga Palestina memuncak. Karena dalam sejarahnya, tanah di Sheikh Jarrah yang sudah bertahun-tahun ditempati warga Palestina itu disengketakan oleh pemukim Yahudi. Sehingga tanah Sheikh Jarrah menyebabkan banyak pertikaian selama bertahun-tahun.
Tanah di Sheikh Jarrah yang di atasnya berdiri bangunan rumah itu jadi sengketa antara warga Palestina dan pemukim Yahudi. Namun rumah di atas tanah Sheikh Jarrah tersebut sudah sejak lama ditempati empat keluarga Palestina. Kemudian area itu diklaim oleh pemukim-pemukim Yahudi.
Pada awal 2021 ini, pengadilan distrik Yerusalem telah memutuskan rumah-rumah di Sheikh Jarrah itu legalitasnya berada di bawah kepemilikan para keluarga Yahudi. Pengadilan itu memutuskan berdasarkan mengutip pembelian tanah yang dilakukan pada dekade-dekade lalu.
Para pemukim Yahudi yang menggugat mengatakan keluarga mereka kehilangan tanah itu pada saat perang. Menurut klaim pemukim Yahudi bahwa perang itu berujung pada pembentukan Israel pada 1948 silam.
Dalam perang itu, orang Israel, maupun Palestina banyak kehilangan rumah. Dalam versi warga Palestina, mereka punya bukti rumah-rumah itu didapat dari otoritas Yordania yang menguasai Yerusalem Timur pada medio 1948 sampai 1967.
Otoritas Yordania mendukung keluarga Palestina. Mereka menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menguatkan klaim warga Palestina.
Mahkamah Agung Israel dijadwalkan kembali menggelar sidang terbaru sengketa tanah di Sheikh Jarrah itu pada Senin,10 Mei 2021.
Tanah Sheikh Jarrah sendiri berada di kawasan Kota Tua Yerusalem. Ini termasuk kota lama yang wilayahnya dikelilingi tembok seluas 0,9 kilometer persegi.
Distrik Kota Tua Yerusalem terbagi dalam empat wilayah. Ada wilayah yang ditempati warga muslim, Kristen dan Yahudi yang masing-masing menyimpan cerita sejarah kenabian.
Dalam Tarikh Islam sendiri menyebutkan kota lama Yerusalem disebut Baitul Maqdis. “Baitul Maqdis adalah tempat para Nabi. Tempat berkumpulnya mereka untuk beribadah. Tak ada sejengkal tanah pun di tempat itu yang tidak dipakai untuk sembahyang para Nabi atau para Malaikat.”
Kota Lama Yerusalem ini disebut Baitul Maqdis atau Al-Quds. Di kawasan Kota Lama ini terdapat banyak tempat sejarah atau situs umat Islam, Kristen dan Yahudi.
Di sebelah ujung tenggara kota ini terdapat kompleks Masjid Al-Aqsa. Inilah yang menjadi daya tarik Yerusalem untuk direbutnya, dan ingin dikuasainya. Mereka itu adalah keturunan penghuni bumi para nabi yang disebutkan dalam sejarah. Tak heran jika bumi Yerusalem yang bersejarah itu banyak menimbulkan sengketa yang sudah lama.
REUTERS I ARIEF RAHMAN MEDIA