Jurnal9.com
Business Headline

Akhirnya Jokowi Larang Jualan di TikTok Shop, Banyak Pelaku Usaha yang Bangkrut

JAKARTA, jurnal9.com – Pusat perbelanjaan grosir Pasar Tanah Abang Jakarta, sepi. Dan banyak yang tutup. Sampai para pedagang menyebutnya lorong-lorong di pusat perdagangan grosir ini suasananya seperti kuburan. Tak ada pengunjungnya. Karena sepinya pengunjung, tak ada yang beli, para pedagang pun menangis.

Padahal pusat grosir ini sebelumnya, setiap toko bisa meraih omzet ratusan juta. Namun munculnya penjualan online atau e-commerce, seperti TikTok sangat berimbas pada penjualan grosir di Pasar Tanah Abang ini.

“Karena sepinya penjualan, para pedagang sekarang ini sudah nggak sanggup dengan beban biaya operasional. Sehingga banyak pedagang yang bangkrut, dan tokonya tutup, karena pemasukan tak bisa menutup untuk membayar beban operasional,” keluh Bayu, seorang pemilik toko busana muslim di Pasar Tanah Abang ini.

Begitu pun yang dialami Yenny, pemilik toko bed cover dan sprei, mengaku tokonya sepi sekali sejak adanya penjualan online. Seperti barang-barang yang dijual TikTok Shop dianggap merusak harga pasaran.

“Aduh…pak, sepi sekali penjualan di Pasar Tanah Abang ini. Para pedagang dari daerah-daerah yang biasa belanja ke Pasar Tanah Abang, juga nggak laku dagangannya karena pembeli sekarang langsung beli dari online,” kata Yenny yang tampak sedih, tokonya sering tutup karena sepi, tak ada pengunjung.

Dia mengatakan pemerintah mestinya tanggap dengan situasi pasar perdagangan saat ini. “Di Pasar Tanah Abang sebagai tempat pusat grosir ini, kenapa sampai banyak toko yang tutup? Kalau sudah tutup begini, berarti banyak yang bangkrut. Imbas banyak pedagang yang bangkrut, pemerintah juga pendapatan pajaknya menurun kan,” ungkap Yenny.

Melihat fenomena penjualan online ini, ekonom yang juga Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut semestinya pemerintah menutup penjualan online itu sejak pedagang offline ini sepi. Dan banyak yang bangkrut.

“Akhirnya keputusan pemerintah melarang TikTok Shop melakukan penjualan langsung di Indonesia. Ini keputusan yang baik. Meskipun pemerintah terlambat mengambil keputusan itu,” ujarnya.

Bhima mengatakan penggabungan media sosial dan e-commerce, seperti TikTok itu sangat merugikan pelaku usaha. Dan ini sudah berjalan selama dua tahun terakhir.

“Sejak dua tahun terakhir banyak ekses negatif dari penggabungan sosial media dan e-commerce. Sekarang pemerintah melarangnya. Ini suatu keputusan yang tepat. Meskipun terlambat,” ucap Bhima kepada wartawan, Senin (25/9/2023).

Bhima menilai sangat janggal saat munculnya fenomena penjualan online. “Sejak muncul penjualan online: TikTok shop, pedagang Pasar Tanah Abang jualan bajunya jadi sepi. Ini sudah menunjukkan ada kejanggalan. Sebab logikanya Pasar Tanah Abang itu pusat grosir di Indonesia, tapi ada barang yang dijual eceran di TikTok Shop ternyata lebih murah,” ucap dia.

Ia menduga kalau barang yang dijual murah di TikTok Shop itu kemungkinan barang impor. Tetapi pemerintah tak bisa melindungi para pedagang lokal yang diserang barang impor itu. Sehingga para pedagang lokal sepi pembeli. Dan berimbas bangkrut. “Dan yang kena imbas bukan hanya pedagang di pusat grosir Pasar Tanah Abang saja. Tapi semua pedagang kecil di daerah-daerah juga kena imbasnya. Banyak yang bangkrut,” tuturnya.

Baca lagi  Tenaga Honorer Dihapus pada 2023, Ini Jadi Solusi atau Masalah?

“Barang yang dijual di TikTok Shop itu kok lebih murah. Padahal Pasar Tanah Abang, pusat grosir. Ini janggalnya. Dugaan barang yang dijual di TikTok itu adalah barang impor,” tegas Bhima.

Keputusan pemerintah, lanjut dia, melarang penjualan langsung di TikTok merupakan upaya untuk melindungi para UMKM dari serbuan barang impor, sehingga mengakibatkan predatory pricing atau jual rugi.

“Meskipun terlambat pelarangan social commerce seperti TikTok Shop ini, tapi diharapkan dapat melindungi UMKM dari serbuan barang impor dan predatory pricing,” kata dia menegaskan lagi.

Bhima menjelaskan kalau Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mestinya cepat direvisi.

“Idealnya revisi Permendag 50 segera dirilis ya minggu ini lebih cepat lebih baik,” kata dia.

Efek dilarangnya TikTok Shop ini, lanjut Bhima, para artis dan pedagang yang sudah berjualan, disarankan agar mereka beralih ke platform e-commerce yang lain.

Saat ini banyak aplikasi e-commerce yang sudah menyediakan fitur live streaming atau siaran langsung untuk dipakai jualan online.

“Ada juga live sales di platform e-commerce,” kata Bhima.

Presiden larang TikTok

Akhirnya Presiden Jokowi melarang social commerce berjualan, seperti yang dilakukan TikTok Shop.

Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau akrab dipanggil Zulhas, usai mengikuti rapat terbatas (Ratas) di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/9/2023).

Zulhas menjelaskan larangan itu tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

“Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh melakukan transaksi langsung, atau bayar langsung sudah tidak boleh lagi,” tegasnya.

Social commerce hanya boleh untuk promosi seperti TV. Seperti ada iklan boleh. Tapi TV kan tidak bisa melakukan penjualan langsung, tidak bisa terima uang. Jadi semacam platform digital saja,” jelas Zulhas.

Dikeluarkannya larangan itu, siapa yang akan terkena dampak oleh aturan itu. “Iya pasti platform social commerce yang belakangan ini sering melakukan penjualan di TikTok Shop,” ujarnya.

Ia menambahkan revisi Permendag itu akan keluar dalam satu dua hari ini.

“Disepakati besok, revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 akan kami tanda tangani. Ini sudah dibahas berbulan-bulan sama Pak Teten (menteri koperasi dan UKM),” katanya.

Ia juga menyebut dalam revisi Permendag ini, pemerintah akan memisahkan social commerce dengan e-commerce. “Artinya, tidak boleh ada platform seperti TikTok yang menjadi sosial media dan ecommerce secara bersamaan,” ia menjelaskan.

Jika social commerce dan e-commerce ini disatukan, menurut Zulhas, pihak platform jelas sangat diuntungkan. Karena mengantongi algoritma pengguna yang bisa digunakan untuk mengatur iklan kepada yang bersangkutan.

RAFIKI ANUGERAHA M  I  ARIEF RAHMAN MEDIA

 

Related posts

Penerapan Hukuman Mati Bagi Koruptor Mendapat Penolakan dari Aktivis HAM

adminJ9

Presiden Larang Bukber: Masyarakat Protes Kenapa Konser Musik Tak Dilarang?

adminJ9

Meski Pandemi, GDST Tingkatkan Ekspor, Hingga Maret 2021 Penjualan Capai Rp 432 Miliar

adminJ9