Ilustrasi ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)
JAKARTA, jurnal9.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menegaskan pihak KPK tidak tahu mengenai soal yang ditanyakan asesor dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Bahkan Ghufron mengatakan lima pimpinan KPK tak ingin mengetahui soal yang ditanyakan kepada para pegawainya.
“Ada pertanyaan juga, KPK pimpinannya tidak tahu dengan pertanyaan TWK? Memang kami tidak tahu dan tidak mau tahu,” kata Ghufron dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/5/2021).
Menurut dia, KPK telah menyerahkan pelaksanaan TWK kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPANRB.
Penyebabnya, lanjut Ghufron, KPK tidak memiliki kemampuan untuk menguji para pegawainya dalam proses alih status kepegawaian sesuai amanat UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Kami kan tidak memiliki cara atau tools maka kami berkoordinasi dengan BKN dan KemenPANRB,” tegasnya.
Ghufron memastikan pelaksanaan TWK terhadap ribuan pegawai KPK sudah sesuai dengan landasan hukum yang ada. Sedangkan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK telah sesuai dengan PP Nomor 41 Tahun 2021.
“Dalam Pasal 3 ada syarat yang menyatakan pegawai yang akan alih status merupakan pegawai tetap, maupun tidak tetap, harus setia pada Pancasila, NKRI, dan pemerintahan yang sah,” tegas Ghufron.
Wakil Ketua KPK ini untuk memastikan dan membuktikan syarat, KPK berkoordinasi dengan BKN dan KemenPANRB. “Jadi kami rumuskan regulasinya dari PP 41 Tahun 2020 menjadi Perkom 1 Tahun 2021,” ungkapnya.
MAKI ajukan uji materi
Sementara dari pihak Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) bakal mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan terkait pemecatan 51 pegawai KPK, dari 75 pegawai yang tak lolos Asesmen TWK.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan gugatan ini diajukan karena pertimbangan putusan MK beberapa waktu lalu, menyatakan proses alih status kepegawaian KPK menjadi ASN tak boleh merugikan pegawai.
“Namun nyatanya saat ini pimpinan KPK berlawanan dengan pertimbangan putusan MK tersebut, yaitu akan memberhentikan 51 pegawai KPK yang berstatus merah dan tidak bisa dibina lagi,” kata Boyamin kepada wartawan.
Sehingga, MAKI berniat untuk mengajukan uji materi ke MK dengan tujuan menjadikan pertimbangan putusan MK menjadi lebih kuat dan mengikat. “Nantinya akan menjadi putusan akhir dari produk MK,” tegasnya.
Boyamin juga mengatakan uji materi ini sekaligus menguji Pasal 24 dan Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Pasal tersebut akan diminta diuji pemaknaannya sebagai berikut:
Pertama, ketentuan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai peralihan menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun;
Kedua, Pegawai KPK tidak boleh diberhentikan sepanjang tidak melanggar hukum berdasar putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan atau tidak melanggar etik berat berdasar putusan Dewan Pengawas KPK.
Karena itu Boyamin meminta kepada KPK, BKN dan KemenPANRB untuk tidak melakukan pemecatan terlebih dahulu terhadap 51 pegawai KPK. Dia meminta hal ini dilakukan setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, KPK telah melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas nasib 75 pegawai yang gagal Asesmen TWK dan dinonaktifkan. Rapat ini juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serta MenPANRB Tjahjo Kumolo.
Hasilnya, 51 pegawai KPK dari jumlah keseluruhan 75 pegawai yang tak lolos TWK dipastikan dipecat dari pekerjaannya per 1 November nanti. Sementara 24 pegawai masih mungkin dilakukan pembinaan.
TWK diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
Sedangkan 75 pegawai KPK yang tak lolos; termasuk ada nama Novel Baswedan dan Yudi Purnomo, penyidik senior KPK. Juga ada Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko. Mereka itu dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS).
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA