Prabowo Subianto saat kampanye di Tasikmalaya, Jawa Barat
JAKARTA, jurnal9.com – Seorang kolumnis, Duggan Flanakin melalui tulisan opininya bertajuk “Indonesia Presidential Election Matters – Heres’s Why” yang dimuat di saluran TV kabel Newsmax edisi Rabu (24/1/2024) menyebutkan Prabowo Subianto merupakan sosok pemimpin yang menonjol di domestik maupun global saat ini. Dan memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilihan presiden Indonesia.
Ini didasarkan pada rekam elektabilitasnya yang terus unggul mencapai 56%. Dari hasil survei terakhir yang dirilis Januari lalu. Dukungan suara untuk Prabowo itu diperkirakan akan terus naik, mengingat pelaksanaan Pilpres akan digelar 14 Februari yang tak lama lagi.
Dalam waktu relatif singkat itu, menurut Flanakin, Prabowo bisa memenangkan lebih dari 50% suara pada putaran pertama Pilpres 2024 nanti.
Tingginya dukungan pada Prabowo karena dianggap sosok pemimpin yang sudah menunjukkan pesan positif tentang persatuan bagi sebuah negara.
Flanakin dalam tulisannya, berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), Indonesia kini menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-15 di dunia. Sehingga perekonomian Indonesia dianggap penting bagi Amerika Serikat (AS) dan China, karena kedua negara ini bersaing untuk mendapatkan pengaruh di kawasan Asia Tenggara.
“Dan nama Prabowo sudah menonjol di kedua negara itu,” sebut Flanakin.
Alasan itu yang membuat nama Prabowo mendapat banyak dukungan suara dari rakyatnya.
Karena rakyat Indonesia butuh pemimpin yang mampu mengambil langkah secara hati-hati, mengingat posisinya yang strategis itu.
Hal senada juga ditulis media di Inggris, The Qonversations. Dalam artikelnya berjudul “Prabowo Likely to Win The Indonesian Election From First Round” menyoroti kemungkinan kemenangan Prabowo dalam satu putaran. Sebab selama 3 bulan terakhir terlihat suara dukungan untuk Ketua Umum Partai Gerindra ini terus melonjak.
The Qonversations mengutip jajak pendapat yang dimuat media The Economist edisi Rabu (24/1/2024) dengan menyebutkan nama Prabowo unggul dalam perolehan suara yang mencapai 50%. Angka ini membuat Prabowo akan menang Pilpres dalam satu putaran.
Dari jajak pendapat itu Prabowo banyak dipilih dari kalangan pemula. Dari tampilan kampanyenya ia berhasil menarik perhatian Gen Z dan pemilih milineal. Ini terlihat dari pemilihnya yang membanjiri akun media sosial pribadinya dengan istilah ‘Gemoy’ dan ‘Cute’.
Meskipun dari lawan politiknya yang secara tersembunyi menyerang Prabowo dengan tuduhan kasus HAM di masa lalu. Namun tak ada satu pun yang berhasil membuktikannya.
“Para pengkritiknya tidak pernah berhasil untuk menjegal karier politik Prabowo,” tulis The Economist.
Kemudian meningkatnya suara dukungan terhadap Prabowo dalam jajak pendapat itu, karena dalam setiap kampanyenya ia terus berusaha membina kerukunan dari semua kelompok etnis dan agama di Indonesia.
Itu alasan media asing menyoroti peluang besar Prabowo yang unggul dalam perolehan suara dalam jajak pendapat pada Jumat (26/1/2024) mencapai 47%.
Sebelumnya pada edisi Rabu (24/1/2024) perolehan suara sempat menyentuh 50%. Karena unggul jauh dibandingkan dua lawannya, Prabowo diperkirakan akan memenangkan Pilpres 2024.
Sementara lawannya, Anies Baswedan meraih 24%, dan Ganjar Pranowo meraih 23%. Jika melihat waktunya yang sangat pendek, dari jajak pendapat itu perolehan suaranya sulit bisa mengejar Prabowo.
Menurut analisis media asing itu, nama Ganjar dalam jajak pendapat itu memperoleh dukungan suara sangat rendah, karena dinilai belum memiliki rekam jejak kinerja yang baik.
“Ganjar dalam kebijakan dan kinerjanya semasa menjabat Gubernur Jawa Tengah dinlai belum baik. Contoh pada tahun pertama saat jadi gubernur, banyak petani yang berpaling karena masalah kekurangan pupuk. Dan Ganjar lebih mengutamakan industri dibandingkan kepentingan petani,” tulis Flanakin.
Apalagi Ganjar pernah menolak untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 gara-gara keikutsertaan Israel. Sikap Gubernur Jawa Tengah ini ditanggapi dengan sinis atau tidak suka dari mayoritas pecinta bola.
Kemudian nama Anies Baswedan juga mendapat dukungan suara yang rendah 24% dalam jajak pendapat itu karena dinilai memilih memainkan peran agama untuk menarik basis suara.
Penampilan Anies dalam Debat Capres yang pertama, sebenarnya dinilai unggul karena kritikannya. Bukan kebijakan yang ia sampaikan.
“Latar belakang sebagai dosen dinilai sangat membantu mengerek prestasinya [dalam Debat Capres I]. karena kritiknya. Tapi bukan dari kebijakannya sendiri,” lanjut tulisan Flanakin dalam opininya.
Berbeda dengan sorotan The Economist yang menilai Anies sering menerapkan politik identitas yang buruk terhadap petahana yang beretnis Tionghoa. Ini rekam jejaknya waktu pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
“Banyak pendukung Anies meragukan pesan inklusifnya. Meskipun perolehan suaranya di Jakarta cukup bagus. Tapi untuk Pilpres ini banyak berharap dari kalangan nadliyin di Jawa Timur. Karena itu ia memilih pasangan dengan Muhaimin Iskandar yang diperkirakan memiliki massa partai Islam,” tulis media Inggris itu.
“Anies juga butuh dukungan dari kelompok moderat perkotaan. Ia sangat pandai merayu menunjukkan dirinya sebagai seorang teknokrat yang kompeten.”
“Ia berpengalaman dalam urusan luar negeri. Sehingga sering kali dirinya ingin meningkatkan pengaruh Indonesia di kawasan sekitarnya,” tulis The Economist.
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA