Puluhan ribu orang warga Amerika Serikat (AS) melakukan unjuk rasa mengecam kebijakan Trump
WASHINGTON DC, jurnal9.com – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif untuk barang-barang yang masuk ke AS menuai kecaman dari warganya sendiri. Ini terlihat dari maraknya aksi unjuk rasa dalam pekan terakhir ini terjadi di berbagai kota AS.
Ada puluhan ribu orang yang melakukan unjuk rasa di berbagai kota, seperti di Washington, New York, Houston, Florida, Colorado dan Los Angeles. Bahkan dikutip dari AFP, disebut ini demontrasi yang terbesar dalam pemerintahan Trump.
Dalam unjuk rasa oleh warga AS ini menyampaikan keberatan atas kebijakan ekonomi Trump terkait menaikkan tarif impor ini. Sebab oleh warga AS kebijakan ini dianggap merugikan perusahaan yang ada di Amerika sendiri.
Dikutip dari The Washington Post, buktinya dalam beberapa pekan terakhir ini sekelompok pengusaha telah melakukan protes keras untuk menekan pemerintahan Trump agar melunak.
Salah satunya pengusaha, Joe Lonsdale mengkritik dengan menyatakan keberatannya dengan kebijakan Trump yang menaikkan tarif itu. Karena jelas kenaikan tarif itu sangat merugikan perusahaan AS sendiri.
Bahkan orang terkaya di dunia, Elon Musk kabarnya ikut melobi Gedung Putih agar lebih melunak dengan kebijakan tarif ini. Tapi rupanya Musk yang ikut menyokong dana kampanye Trump pun merasa diabaikan. Padahal Musk bela mati-matian dengan menghabiskan dana sebesar 250 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,2 triliun demi untuk kemenangan Trump.
Musk menemui penasihat utama perdagangan Trump, Peter Navarro, untuk menyuarakan pendapatnya terkait tarif baru ini.
Navarro sendiri tak memberikan tanggapan terkait kritik Musk. Sebab dirinya tak dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil Trump.
“Ini sekaligus menunjukkan kuatnya kepemimpinan pemerintahan Donald Trump saat ini,” cetus penasihat utama perdagangan Trump.
Ditambah lagi dengan sikap keras Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, yang turut mendukung keputusan yang proteksionisme ini. Must pun merasa kecewa. Dan Musk geram dengan sikap Lutnick yang dulu pernah sebagai sekutunya itu.
Singapura kecewa
Melihat keras kepala yang ditunjukkan pemerintahan Trump membuat Perdana Menteri (PM) Singapura, Lawrence Wong, merasa sangat kecewa.
“Singapura yang saat ini mengenakan tarif nol pada semua impor AS, tapi kami masih dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Ini kan tidak adil,” ujarnya.
“Kalau tarif yang benar-benar bersifat timbal balik dan hanya ditujukan kepada negara yang punya surplus perdagangan, maka tarif untuk Singapura semestinya nol. Tapi kami tetap dikenakan tarif 10 persen,” kata Wong menambahkan.
PM Singapura ini mengatakan Singapura telah mengalami difisit perdagangan dengan AS dan ini melalui perjanjian perdagangan bebas bilateral. “Jadi kami sangat kecewa dengan Amerika Serikat. Apalagi persahabatan Singapura-AS ini terjalin cukup lama,” kata Wong menegaskan lagi.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebut kebijakan Trump sebagai skema transaksional dan tidak berlandaskan ilmu ekonomi. “Itu sih murni transaksional. Tidak ada landasan ilmu ekonominya. Bagi teman-teman di ISEI, mohon maaf, tidak berguna ilmu ekonominya,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (8/4/2025)..
Tarif timbal balik yang ditetapkan AS kepada negara-negara lain itu, lanjut Menkeu, tidak menunjukkan perhitungan secara disiplin ilmu ekonomi. “AS mengeluarkan kebijakan tarif resiprokal ini, saya rasa semua ekonom yang sudah pernah belajar ilmu ekonomi, tidak akan memahaminya,” tegas Sri Mulyani.
“Saya kira AS menetapkan tarif itu bertujuan untuk menutup defisit anggaran pemerintah AS,” ia menambahkan.
Menkeu menjelaskan kebijakan Trump itu jelas akan memicu pesaingan perdagangan global. “Dengan begitu, negara-negara di dunia tidak lagi siapa menjadi kawan dan siapa menjadi lawan,” cetusnya.
Padahal Indonesia sendiri sebelumnya, menjadi kawan dalam jaringan mata rantai pasok global. Dalam mata rantai pasok itu ada prinsip saling berbagi antarkawasan atau bilateral.
“Sekarang sudah tidak ada lagi yang disebut kawan, setelah AS menerapkan tarif tinggi, karena negara seperti Meksiko, Kanada kan tergabung dala, NAFTA (North American Free Trade Agreement/Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara). Padahal NAFTA ini diinisiasi AS,” jelas Sri Mulyani.
“Padahal tujuan didirikan NAFTA ini untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan di Kawasan Amerika Utara, serta untuk menghilangkan hambatan perdagangan,” ia menegaskan.
Adanya kebijakan Trump terkait tarif yang tinggi barang impor ke AS, muncul di sejumlah negara lain, mengeluarkan kebijakan pembalasan terhadap AS. Termasuk Indonesia kini akan mengirim utusan ke AS.
ARIEF RAHMAN MEDIA