JAKARTA, jurnal9.com – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda tidak punya wewenang mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat.
“Saudara Wenda tidak punya kewenangan untuk deklarasikan kemerdekaan [Papua Barat] di dalam negara yang berdaulat seperti Indonesia, dan tentu ini akan jadi perhatian karena merupakan pelanggaran terhadap sistem hukum di Indonesia,” jelas Agus Widjojo usai Peluncuran Buku Lemhannas “Kiprah Lemhannas RI” di Gedung Lemhannas, Jakarta, Kamis (3/12).
Dia menegaskan, tidak ada satupun di dunia, negara berdiri di dalam suatu negara, apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum.
“Kalau ada pelanggaran, dia [Benny Wenda] akan dapat tindakan dari aparat penegak hukum,” tutur Agus menegaskan.
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintahan sementara yang diakui oleh tokoh separatis Papua Benny Wenda yang kini tinggal di Inggris, tidak ada dasarnya di dalam hukum internasional.
Hikmahanto menilai kelompok separatis pro-Organisasi Papua Merdeka (OPM) mendirikan pemerintahan tanpa kejelasan, di negara mana dan dimana lokasinya, serta kapan waktu deklarasi berdirinya, tidak jelas.
“Dalam hukum internasional yang dikenal adalah pendirian sebuah negara, harus ada negara dahulu, baru ada pemerintahan. Aneh bila yang dideklarasikan adalah pemerintahan sementara, tanpa jelas negara mana yang diakuinya [masyarakat internasional],” kata Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia itu.
Sedangkan negara-negara Pasifik yang selama ini menunjukkan dukungannya, menurut Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) itu, tidak dapat menjadi tolok ukur, karena negara tersebut tidak signifikan dalam pengakuan suatu negara.
Menurut Hikmahanto, Pemerintah lebih baik mengabaikan berbagai manuver Ketua United Liberation Movement for West Papua (UMLWP) tersebut. Bahkan bila perlu Polri melakukan penegakan hukum, mengingat hal tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan makar.
Dia menyebutkan, kelompok separatis pro-Organisasi Papua Merdeka itu memanfaatkan momen 1 Desember untuk mendeklarasikan Papua Merdeka. “Ini yang selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat,” ujarnya.
Mereka [Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat] tersebut mendeklarasikan pemerintahan sementara pada Selasa (1/12) dan menominasikan Benny Wenda, pemimpin yang diasingkan dan tinggal di Inggris, sebagai presiden.
Berkaitan dengan momen 1 Desember saat dideklarasikan Papua Merdeka itu di gedung Konsulat Jenderal RI Melbourne, Australia pada Selasa (1/12) juga terjadi insiden pengibaran Bendera Bintang Kejora.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan insiden pengibaran bendera di Konsulat Jenderal RI di Melbourne, Australia itu, tidak diketahui jika pelaku pengibar bendera tersebut telah menerobos gedung KJRI.
“Kejadiannya pagi hari dan berlangsung sekitar 15 menit. Mereka lakukan trespassing, memasang, dan menurunkan atribut tersebut,” ujarnya.
Dalam video yang beredar, nampak ada enam orang di atap Gedung Konjen RI di Melbourne. Dua di antaranya memegang spanduk bergambarkan Bendera Bintang Kejora dan bertuliskan ‘Free West Papua’ (Bebaskan Papua Barat).
Empat orang lain berdiri tak jauh dari mereka dengan memegang Bendera Bintang Kejora dan membawa baner bertuliskan ‘TNI Out Stop Killing Papua’.
Faizasyah mengatakan setelah melakukan aksinya, polisi setempat baru datang ke lokasi.
“Pemerintah Indonesia selain mengecam kejadian ini juga telah meminta otoritas Australia menindak pelaku trespassing tersebut,” tuturnya.
Kementerian Luar Negeri melayangkan protes kepada Pemerintah Australia.
ARIEF RAHMAN MEDIA